Minggu, 17 Februari 2013

HARGA KELINCI

HARGA KELINCI


Kelinci bukan menghasilkan uang, melainkan menghasilkan potensi. Kemampuan mengelola potensi inilah kunci sukses budidaya kelinci
Oleh: Faiz Manshur

Sejumlah liputan media massa dan buku tentang usaha budidaya kelinci sering menyajikan ulasan yang ?wah? dalam hal perkembangbiakan kelinci. Disebutkan di sana, produktivitas kelinci yang begitu luar biasa disertai kalkulasi harga-harga pasar kelinci yang stabil dan terus membaik. Acap kali membuat orang terperangah.
Ini salah satu contohnya: induk kelinci New Zealand umur 5 bulan seharga Rp 150.000, beranak tiap bulannya 6 ekor, dengan harga anakan umur 1 bulan Rp 15.000/ekor. Diasumsikan seorang peternak memiliki 10 ekor indukan produktif, maka setiap bulan mampu menghasilkan 6 x 10 = 60 ekor anak x 15.000 = Rp 900.000 per bulan. Dan kalau ingin memiliki penghasilan tambahan setara gaji PNS maka milikilah 20-25 ekor induk betina dengan 5 pejantan. Bagi petani desa, angka tersebut sudah luar biasa.
Hitungan lebih dahsyat disajikan pada kelinci jenis Rex. Induk betina Rex F1 harga Rp 500.000, beranak setiap bulan 6 ekor. Anakan (F 2) dijual dengan harga Rp 150.000/ekor. Punya 5 ekor induk saja, tiap bulan bisa meraup Rp 4,5 juta!
Faktanya tidak sesederhana itu. Janganlah melihat semudah itu. Ada tiga hal utama mutlak diperhatikan bila berniat beternak kelinci. Pertama, biaya pakan yang tidak sering menjadi perhitungan mengakibatkan problem berantai di tengah jalan. Adalah sebuah kecelakaan jika Anda tega memberikan pakan kelinci apa adanya di musim kemarau atau di saat anda tak mampu membeli konsentrat. Selain pakan, kebersihan juga menelan biaya, kecuali jika Anda memang tidak membayar orang untuk membersihkan kandang setiap hari. Obat-obatan pada kasus penyakit menular juga sering menelan biaya tidak sedikit.
Kedua, perhitungan angka kelahiran 6 ekor memang wajar karena kelinci bisa melahirkan 8, bahkan sampai 10 ekor. Kalaupun ada yang melahirkan 2 atau 4 ekor itu sifatnya kasuistis. Tetapi, yang kasuistis ini, termasuk kasus kematian beruntun juga harus diperhatikan.
Ketiga, banyak perhitungan produktivitas yang asal-asalan justru mencelakakan peternak. Berbagai buku panduan menghitung kelinci mampu melahirkan secara terus-menerus sepanjang tahun dengan perhitungan bulanan.
Asumsinya, kelinci hamil 32 hari. Lalu menyusui masa normalnya adalah 40 hari. Dengan begitu satu ekor kelinci mampu beranak dalam masa 72 hari. Hitungan ini dikalikan selama satu tahun sehingga kelinci dianggap mampu melahirkan 5 kali dalam setahun.
Mungkin perhitungan ini masih lumayan wajar. Bagaimana jika pola menyusui disusutkan menjadi 22, 25 atau cukup 30 hari supaya kelinci bisa cepat hamil lagi?
Ini adalah teori bisnis ?yang cerdas? dan sering dipraktekkan banyak orang. Alhasil kelinci pun terus beranak pinak secara cepat. Apakah kemudian uang pun deras mengalir ke kantong secara cepat?
Jawabnya tidak. Anak-anak kelinci itu kebanyakan dijual dengan harga murah dan gampang mati. Prinsipnya kelinci bukan menghasilkan uang, melainkan hanya menghasilkan potensi. Kemampuan mengelola potensi inilah yang justru kita jadikan renungan secara mendalam.
Prinsip dasar
Suhu rata-rata di Indonesia sangat baik untuk kehidupan kelinci. Karena itu tidak perlu menyalahkan suhu ketika mendapati kelinci mati atau gagal beternak.
Kebersihan kandang mutlak dilakukan karena kelinci tidak bisa hidup dalam situasi kotor. Ini adalah prinsip ketika kelinci hidup dibatasi dalam kandang, dipastikan menuntut perhatian kebersihan yang khusus. Kebanyakan kegagalan peternak kelinci di Indonesia selain karena pakan yang tidak teratur, juga akibat perilaku jorok.
Perlakuan ?manusiawi? adalah cara terbaik untuk meraih sukses. Sudah saatnya praktek-praktek diskriminatif terhadap hewan dihentikan. Kelinci adalah makhluk hidup yang bisa merasakan senang, bahagia, tentram, sekaligus memiliki perasaan sakit, tertekan dan resah.
Perlakuan terhadap kelinci seperti menyeret kaki atau mengangkat telinga misalnya, adalah kebiasaan buruk yang harus ditinggalkan. Syaraf telinga sangat sensitif. Kelinci bisa jadi stres dan gila jika sering ditarik telinganya. Kebiasaan buruk di lingkungan kita seperti ini tidak disadari dan akhirnya menurunkan kesehatan kelinci.
Kebanyakan petani yang memiliki ternak kelinci di pedesaan sering berpikir semau gue. Kelinci diharapkan menghasilkan uang yang baik dengan biaya serendah mungkin. Tapi kelinci di dalam kandang peternakan ?bukanlah barang dagangan?. Ia mahkluk hidup yang harus diurus sesuai standar kehidupannya, bukan standar uang.
Modal tidak cukup kandang, bibit dan alokasi waktu perawatan. Modal dasar kelinci juga harus diperhitungkan kemampuan dalam memberikan pasokan makanan secara kontinyu terhadap kelinci. Prinsipnya, ekonomis boleh, tapi ekonomisme harus dihindari.
Sebagai tambahan, dunia peternakan tak bisa dipisahkan dari pertanian. Karena itu budidaya kelinci juga harus melihat aspek lahan. Lingkungan perkotaan, meski mendukung dalam aspek pemasaran kelinci dan pupuk, tetapi tidak mendukung aspek pakan, utamanya rumput.
Idealnya peternakan mampu mendorong pertanian, demikian pula sebaliknya. Urin dan feses memiliki nilai guna lebih bagi pertanian. Dengan pupuk tersebut peternak dapat menanam wortel atau pohon pepaya serta menyuburkan rumput sumber pakan bergizi buat kelinci.

Parameter Keberhasilan

Analisa kesuksesan atau kegagalan sebuah usaha ternak kelinci di sini dapat dilihat dari sisi internal peternakan, seperti kualitas kebersihan/kesehatan, produktivitas dan kualitas kelinci. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang menyebabkan kegagalan seperti ditipu pembeli, kelinci keracunan lalu mati, atau karena faktor lain bukanlah ukuran yang layak dipakai.

2 komentar: